Selasa, 16 Juni 2015

Memulai dengan baik..

Seorang teman laki-laki pernah bertanya kepada saya sebelum ia pindah bekerja di Kalimantan; Bagaimana memulai sesuatu dengan cara yang baik? Teman saya bertanya seperti itu karena ada keinginan dalam dirinya untuk menikah dengan seseorang yang sudah cukup lama ia kenal, namun dia tidak tahu bagaimana cara memulainya.
Akhirnya saya mencoba menjawab seadanya saja, sesuai kemampuan saya.
Bagaimana memulai sesuatu dengan cara yang baik? 
Adalah dengan niat yang baik. Niatlah yang terkadang membedakan cara. Menikah itu bukan karena perkara kamu takut sendirian menjalani kehidupan. Menikah itu bukan karena perkara  teman-teman lain yang seumuran sudah menikah, tapi kamu belum. Menikah itu bukan karena perjodohan oleh orang tua. Menikah itu bukan karena ingin menyembuhkan luka masa lalu. Menikahlah ketika niatmu memang ingin beribadah, menjadi seorang imam dan akan bertanggung jawab atas kebahagiaan dan kesedihan seseorang yang bernama perempuan.
Dan setelah niat yang baik, lakukanlah dengan cara yang baik; mintalah pada kedua orang tuanya.

Senin, 25 Mei 2015

Saat..

Bagaimana rasanya mengabadikan sebuah senyum dan rasa bahagia dari balik lensa kamera? 
Saat senyum itu masih tulus, saat sapa masih terasa hangat, dan saat kata mahal tidak mahal untuk terucap..

Entah apa hanya aku yang terkadang menginginkan agar semuanya kembali seperti semula?
Tapi rasanya itu tidak akan bisa. Dan aku hanya bisa berucap; seandainya dulu tidak pernah ada kesalahpahaman, mungkin kita tidak akan pernah merasakan kehilangan.

Pada akhirnya yang bisa membasuh rasa sakit ini hanyalah sebuah permohonan maaf yang tulus. Sebuah permohonan maaf yang disampaikan langsung, tanpa perantara, dan dengan bertatap mata. Hanya itu yang kuminta, namun nyatanya kamu tak mempunyai cukup nyali untuk bertatap muka.

Rabu, 18 Maret 2015

Maka mulai hari ini, izinkanlah aku bawa rasa ini pulang,
Kembali pada hakikatnya yang sederhana..
Sesederhana cinta matahari kepada buminya..
Sesederhana cinta tanah kepada hujannya..
Sesederhana cinta manusia pada nafasnya..

Karena, aku akan mulai mencintaimu dengan hati yang baru..
Yang tak lagi peduli pada keringnya air mata, ataupun sakitnya perasaan rindu.
Hanya sederhana, dan ringan-ringan saja..
Seperti sesederhana bernafas bagiku..

Ttd;
-Aku, yang mulai mencintaimu dengan hati yang baru-

Jumat, 27 Februari 2015

Celoteh Malam

Aku sudah cukup jauh berlari. Sekuat yang aku bisa, dengan sisa-sisa kekuatan yang ada.
Sampai lelah sendiri. Sampai kehabisan tenaga.
Dan disaat aku sudah berada di puncak lelah, tiba tiba aku tersadar, kalau aku hanya berputar-putar di tempat yang sama.
Sampai kapan bisa benar-benar bebas dari lingkaran ini?
Aku tak menyangka jika dampaknya akan sebesar ini.
Seandainya dulu ada petunjuk, mungkin hari ini akan terasa lebih baik ya?

Atau..
Ini adalah petunjuk untuk benar-benar pergi dan meninggalkan?
Salah seorang teman pernah mengatakan "jangan pernah takut untuk pergi meninggalkan yang seharusnya ditinggalakan". 
Ayo berlari lagi, jangan lelah..
Yakinlah suatu saat akan ada penjelasan dari semua ini..

Rabu, 07 Januari 2015

Kenangan itu, Kita...

Tanpa ditulispun, kenangan tetap serupa buku.
Lembar demi lembarnya selalu terbuka tiap kali kita mengingatnya. Iya, kita.
Kenangan itu ibarat cermin. Dari bening dan buramnya, dari utuh dan retaknya, kita berkaca. Iya, kita.
Jika kenangan kita adalah memar senja, dititik itulah kita mengingatnya. Iya, kita.
Jika kenangan kita adalah pelangi senja, maka di tempat kita berdiri sekarang, aku yakin kita berbahagia. Iya, kita.
Kenangan yang membawa dan menuntun kita ke masa berikutnya. 
Sebagai kita di saat sekarang, atau sebaliknya..

Kamis, 04 Desember 2014

Senja yang Percuma..

Senjaku turun menahan kecewa.
Menamai diri dengan terka.
Mencecar ribu tanya tentang batas-batas tak berasa.
Batas antara fakta, dusta, dan murka.

Senjaku menggulung berteman tangis.
Berburuk sangka dengan segala yang dramatis.
Pada benci yang selalu melirik sadis.

Senjaku.. Menggelap percuma.
Bersatu kembali dengan waktu dan putus asa.

Aku terjaga dalam jelaga yang buta.
Menahan resahnya nafas yang tak bermakna ada.
Kosong.
Ada yang mati dalam tanya. Menuai bara.
Sebaret kisah yang menusuk dalam. Tajam. Lebar.
Sampai saat ini mereka masih bising.

Rabu, 03 Desember 2014

Waktu perlahan menyembuhkan luka..
Aku terus memohon kedamaian hati dan jiwa.
Katanya, mengulang doa-doa itu seperti kayuhan sepeda.
Perlahan, ia akan membawamu ke arah yang kamu tuju.

Tidak diperlukan lagi sebuah penjelasan, karena nyatanya aku sudah terlalu lelah untuk menjelaskan.
Tidak perlu lagi ada penyelesaian, karena nyatanya tidak ada yang perlu diselesaikan.
Pada akhirnya aku hanya bergumam dalam hati, besabarlah wahai diri.
Hanya dengan doa, aku berharap dapat sembuhkan luka.
Mengharap belas kasihnya, untuk tidak membiarkan rasa nyeri di hati ini bersemayam lebih lama lagi.
Bersama raga yang telah melangkah pergi.