Rabu, 18 Maret 2015

Maka mulai hari ini, izinkanlah aku bawa rasa ini pulang,
Kembali pada hakikatnya yang sederhana..
Sesederhana cinta matahari kepada buminya..
Sesederhana cinta tanah kepada hujannya..
Sesederhana cinta manusia pada nafasnya..

Karena, aku akan mulai mencintaimu dengan hati yang baru..
Yang tak lagi peduli pada keringnya air mata, ataupun sakitnya perasaan rindu.
Hanya sederhana, dan ringan-ringan saja..
Seperti sesederhana bernafas bagiku..

Ttd;
-Aku, yang mulai mencintaimu dengan hati yang baru-

Jumat, 27 Februari 2015

Celoteh Malam

Aku sudah cukup jauh berlari. Sekuat yang aku bisa, dengan sisa-sisa kekuatan yang ada.
Sampai lelah sendiri. Sampai kehabisan tenaga.
Dan disaat aku sudah berada di puncak lelah, tiba tiba aku tersadar, kalau aku hanya berputar-putar di tempat yang sama.
Sampai kapan bisa benar-benar bebas dari lingkaran ini?
Aku tak menyangka jika dampaknya akan sebesar ini.
Seandainya dulu ada petunjuk, mungkin hari ini akan terasa lebih baik ya?

Atau..
Ini adalah petunjuk untuk benar-benar pergi dan meninggalkan?
Salah seorang teman pernah mengatakan "jangan pernah takut untuk pergi meninggalkan yang seharusnya ditinggalakan". 
Ayo berlari lagi, jangan lelah..
Yakinlah suatu saat akan ada penjelasan dari semua ini..

Rabu, 07 Januari 2015

Kenangan itu, Kita...

Tanpa ditulispun, kenangan tetap serupa buku.
Lembar demi lembarnya selalu terbuka tiap kali kita mengingatnya. Iya, kita.
Kenangan itu ibarat cermin. Dari bening dan buramnya, dari utuh dan retaknya, kita berkaca. Iya, kita.
Jika kenangan kita adalah memar senja, dititik itulah kita mengingatnya. Iya, kita.
Jika kenangan kita adalah pelangi senja, maka di tempat kita berdiri sekarang, aku yakin kita berbahagia. Iya, kita.
Kenangan yang membawa dan menuntun kita ke masa berikutnya. 
Sebagai kita di saat sekarang, atau sebaliknya..

Kamis, 04 Desember 2014

Senja yang Percuma..

Senjaku turun menahan kecewa.
Menamai diri dengan terka.
Mencecar ribu tanya tentang batas-batas tak berasa.
Batas antara fakta, dusta, dan murka.

Senjaku menggulung berteman tangis.
Berburuk sangka dengan segala yang dramatis.
Pada benci yang selalu melirik sadis.

Senjaku.. Menggelap percuma.
Bersatu kembali dengan waktu dan putus asa.

Aku terjaga dalam jelaga yang buta.
Menahan resahnya nafas yang tak bermakna ada.
Kosong.
Ada yang mati dalam tanya. Menuai bara.
Sebaret kisah yang menusuk dalam. Tajam. Lebar.
Sampai saat ini mereka masih bising.

Rabu, 03 Desember 2014

Waktu perlahan menyembuhkan luka..
Aku terus memohon kedamaian hati dan jiwa.
Katanya, mengulang doa-doa itu seperti kayuhan sepeda.
Perlahan, ia akan membawamu ke arah yang kamu tuju.

Tidak diperlukan lagi sebuah penjelasan, karena nyatanya aku sudah terlalu lelah untuk menjelaskan.
Tidak perlu lagi ada penyelesaian, karena nyatanya tidak ada yang perlu diselesaikan.
Pada akhirnya aku hanya bergumam dalam hati, besabarlah wahai diri.
Hanya dengan doa, aku berharap dapat sembuhkan luka.
Mengharap belas kasihnya, untuk tidak membiarkan rasa nyeri di hati ini bersemayam lebih lama lagi.
Bersama raga yang telah melangkah pergi.


Selasa, 25 November 2014

Halaman Persembahan

         
Kita tidak pernah tahu,
lisan siapa yang mengucap doa, sehingga kita bisa dengan tenang melewati segala ujian kehidupan.

Kita tidak pernah tahu,
tangan siapa yang menghantarkan doa, sehingga apa-apa yang diinginkan bisa kita dapatkan.

Meski demikian,
Kita selalu paham bahwa ada sepasang manusia yang diam-diam tak pernah alpa mendesah nama kita dalam doa; kedua orang tua.

Teruntuk Mama dan Papa yang telah menunggu dengan kesabaran,
terima kasih selalu mengiringi langkah anak-anakmu lewat doa.

Kepada yang setia mendoakan, menyemangati,
hingga menyempatkan hadir seusai sidang, terima kasih.


Pada akhirnya, hidup adalah doa yang panjang..
Mata ini basah. Entah apa sebabnya. 
Mungkin semacam kesal yang terakumulasikan. Aku masih belum mengerti mengapa Allah menghadirkan dia dihidupku.

Selalu, dan selalu terulang lagi.
Sebagai manusia dewasa, seharusnya kita bisa saling mengevaluasi diri. Aku merasa sudah selesai berurusan denganmu. Aku mencoba mengendalikan diri dan memaafkan kesalahanmu terdahulu. Aku mencoba menjalin hubungan perteman seperti biasa.

Ikhlas..
Ya, mungkin ikhlas..
Dan mungkin ikhlas itu adalah saat kita benar-benar berhenti bertanya 'mengapa'. Nyatanya, aku belum mampu..

Atas ketidakmungkinan yang diam-diam aku harapkan.
Atas ketidakpastian dimasa depan yang terkadang terlalu aku khawatirkan.
Atas kebaikan yang seringkali disalah artikan.
Atas doa-doa yang senantiasa dipanjatkan setiap malam.

"..maka bersabarlah. dengan kesabaran yang baik.."(Al Ma'arij: 5)